Cerpen saya kali ini berjudul "Sangat Merindu Setengah Mati"
Seorang pria, ya dia Derry 'teman'-ku saat dua tahun lalu. Kami memang sangat akrab bahkan saking akrabnya kami seperti sepasang kekasih walau diantara kami tidak ada satu kata pun yang mewakilkan bahwa kami adalah 'sepasang kekasih' tapi kami sangat menikmati itu.
Ya, hampir setiap hari aku bersamanya. Tidak ada sedetikpun waktu yang terlewatkan tanpanya hingga suatu hari, entah kapan itu. Tiba-tiba dia menghilang seperti ditelan bumi. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kami bertemu, sudah beberapa bulan ini kami tidak berkomunikasi sama sekali. Ups,beberapa bulan? Ralat! Seingatku pergantian tahun kemarin dia sudah tidak bersamaku. Entah apa yang membuatnya pergi dariku? Padahal waktu itu, hubungan kami baik-baik saja.
"Safa, hey! Halo??" Anti tiba-tiba saja mengagetkanku, dengan suaranya yang cempreng, lalu kedua tangannya bertepuk-tepuk di depan wajahku, kontan saja aku langsung tersadar dari lamunanku tentang Derry.
"Eh..i.., iya apa, Ti?" ujarku terbata.
"Lo tuh daritadi diliatin tau gak sama Pak Kuncoro!" ujarnya sedikit berbisik.
Lalu, aku menoleh ke depan, di bangku guru, Pak Kuncoro memang sedang memandangiku dengan tatapan dingin. Aku tersenyum semanis mungkin sebagai ucapan 'maaf'.
"Cepat siapin buat berdoa, daritadi dia belum mau mulai pelajaran gara-gara lo bengong aja, tau!" bisik Anti lagi.
Aku memang Ketua Kelas, Pak Kuncoro ini memang orangnya religius banget, biasanya dengan guru-guru lain, aku hanya memimpin teman-teman untuk memberi salam saja tapi jika dengan Pak Kuncoro kami diharuskan untuk berdoa sebelum memulai pelajaran walaupun pelajaran dia ada di jam terakhir.
"Siap.. Berdoa mulai!" ujarku dengan keras, seketika semua kepala yang ada di dalam kelas ini tertunduk untuk berdoa.
"Selesai!" ujarku saat doa sudah selesai, dan pelajaran langsung dimulai karena sudah tertunda 10 menit akibat aktifitas bengongku yang kelewat batas.
"Eh..i.., iya apa, Ti?" ujarku terbata.
"Lo tuh daritadi diliatin tau gak sama Pak Kuncoro!" ujarnya sedikit berbisik.
Lalu, aku menoleh ke depan, di bangku guru, Pak Kuncoro memang sedang memandangiku dengan tatapan dingin. Aku tersenyum semanis mungkin sebagai ucapan 'maaf'.
"Cepat siapin buat berdoa, daritadi dia belum mau mulai pelajaran gara-gara lo bengong aja, tau!" bisik Anti lagi.
Aku memang Ketua Kelas, Pak Kuncoro ini memang orangnya religius banget, biasanya dengan guru-guru lain, aku hanya memimpin teman-teman untuk memberi salam saja tapi jika dengan Pak Kuncoro kami diharuskan untuk berdoa sebelum memulai pelajaran walaupun pelajaran dia ada di jam terakhir.
"Siap.. Berdoa mulai!" ujarku dengan keras, seketika semua kepala yang ada di dalam kelas ini tertunduk untuk berdoa.
"Selesai!" ujarku saat doa sudah selesai, dan pelajaran langsung dimulai karena sudah tertunda 10 menit akibat aktifitas bengongku yang kelewat batas.
***
Saat sedang berjalan dengan Anti dilapangan sekolah yang penuh dengan siswa dan siswi lain yang juga hendak pulang ke rumah masing-masing, aku mendengar seseorang memanggil nama Derry.
"Derry!" teriak orang itu keras.
Aku langsung menoleh, pandanganku menyapu setiap sudut lapangan, mencari-cari sumber suara itu.
Pandanganku terhenti saat melihat Fania anak kelas sebelah sedang berlari-lari kecil menghampiri seorang siswa yang sedang menoleh kearahnya, aku yakin sekali itu yang namanya Derry!
Aku mengamatinya lebih seksama walau dari jarak kira-kira 500 meter dari mereka. Tapi, aku tidak
mengenalinya. Itu bukan Derry-ku,
bukan!
Aku mendengus pelan. "Itu namanya Derry Alfian, sepupunya Fania. Kenapa? Lo suka? Emang sih dia lumayan ganteng, dia itu pindahan dari Singapore. Baru dua hari yang lalu, hebat kan gue? Bisa langsung tau tentang dia? Haha, ya iyalah, gue bakal jadi orang pertama yang ngefans sama dia, sukur-sukur jadi pacar," cerocos Anti tiba-tiba.
"Ngomong apa sih lo, Ti? Udah yuk ah pulang!" ujarku lalu menarik tangannya menuju gerbang.
Sesampainya di rumah, Derry kembali muncul di pikiranku. Ada apa dengannya? Kenapa aku malah tiba-
tiba jadi mikirin dia gini sih? Dan... tiba-tiba jadi kangen berat juga! Huuuft...
Aku memang tidak menceritakan soal Derry pada Anti karena aku rasa soal
temanan gitu doang gak perlu diceritain, lagian memangnya Anti buku diaryku apa? Aku kan juga
butuh privasi, tapi... Ini nih akibat gak cerita sama Anti, aku jadi uring-uringan gak jelas! Aku gak tahu harus
cerita sama siapa? Kalau aku cerita sama Anti pasti harus dari awal. Hih, malas sekali! Lebih baik enggak deh, Anti kan gitu orangnya, kalau kasih pertanyaan gak kira-kira! Bisa kram bibirku kalau harus jawab semua pertanyaannya. Aku mengambil ponselku yang terletak di meja belajarku dan mulai menelepon nomor lama Derry, syukur-syukur masih aktif.
"Nomor yang ada tuju sudah tidak aktif." terdengar suara operator di seberang sana, jelas saja tidak aktif.
Ini nomor memang sudah lama banget sih.
Aku mendengus pelan. Lalu, aku berjalan menuju rak buku mini yang tergantung di samping meja belajarku, aku mencari-cari buku diaryku, siapa tahu ada secercah harapan untuk aku bisa ketemu lagi sama Derry.
Aku duduk di meja belajar dan membuka buku diaryku, kubuka halaman satu persatu. Aku tertawa geli setelah membaca-baca kembali isi diaryku, ternyata dulu aku alay, dramatis banget! Tanpa sadar tawaku meledak saat kutemui tulisan seperti ini:
Jujur, aku suka sama kamu Nifal tapi apa dayaku? Kamu milik Aira sahabatku, aku hanya mampu memandangimu dari jauh, aku cemburu waktu kamu berduaan sama Aira!
Yaampun! Aku ingat sekali, itu aku tulis waktu aku kelas dua SMP!
Padahal waktu itu si Nifal gak ganteng-ganteng amat alias jelek, tapi kok aku bisa ya segalau itu? Ck.
Lalu, aku kembali membuka halaman satu persatu dan akhirnya aku menemukan alamat rumah Derry, aku menyobeknya lalu memasukan sobekan itu ke dalam tas, yap! Besok aku mau ke rumahnya.
Yaampun! Aku ingat sekali, itu aku tulis waktu aku kelas dua SMP!
Padahal waktu itu si Nifal gak ganteng-ganteng amat alias jelek, tapi kok aku bisa ya segalau itu? Ck.
Lalu, aku kembali membuka halaman satu persatu dan akhirnya aku menemukan alamat rumah Derry, aku menyobeknya lalu memasukan sobekan itu ke dalam tas, yap! Besok aku mau ke rumahnya.
***
Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung cepat-cepat membereskan buku-bukuku.
"Mau kemana sih, buru-buru amat?" tanya Anti.
"Ada urusan," jawabku singkat, lalu berjalan keluar kelas dengan langkah cepat, "duluan ya, Ti. Bay!" lambaiku pada Anti yang masih berada di dalam kelas.
Saat sudah sampai di depan sekolah, aku merogoh kantung baju seragamku untuk mengambil ponselku dan membuka aplikasi ojek online lalu memesannya. Tak berapa lama ojek itupun datang, dan aku langsung menyodorkan kertas yang ada alamat rumah Derry di dalamnya. Tukang ojek itu membacanya lalu mengangguk-angguk dan motor mulai melesat dengan lincahnya. Setelah sampai, aku langsung turun dan membayar ongkosnya. Tepat di depanku, berdiri sebuah rumah bercat hijau muda. Dengan pagar berwarna putih, aku berjalan menuju pagar itu. Kok sepi ya? Pikirku.
Aku mengetuk-ngetuk gembok yang bergantung pada pagar itu, sehingga menimbulkan suara yang nyaring sambil memberi salam, dan memanggil-manggil Derry tapi, tidak ada yang menyahut.
Lalu, seorang ibu-ibu menghampiriku.
"Cari siapa, dek?" tanya ibu itu ramah.
"Derry, bu. Lagi pada pergi ya? Kok
sepi banget?" aku malah balik bertanya.
"Oh, mereka sudah pindah ke Belanda setahun lalu," katanya.
"Oh, ya udah makasih ya. Bu," ujarku berterimakasih.
Ibu itu mengangguk lalu pergi, sementara aku memilih duduk di depan rumah ini. Pindah ke Belanda?
Memang sih neneknya Derry orang Belanda jadi wajar jika Derry pindah ke sana tapi, kenapa dia gak ngabarin aku ya?
Ya Tuhan, aku sangat merindukan Derry. Sangat, sangat dan sangat,
Tuhan!
Aku memandang lurus ke depan, seketika kenangan bersama Derry membawaku hanyut ke dalamnya, tak kurasa airmataku menetes setelah sebelumnya membentuk sebuah bendungan di kelopak mataku.
Ya, aku benar-benar merindukannya saat ini! Ingin bertemu dan memeluknya saat ini juga! Tapi, itu mustahil!
Aku ingin merasakan pelukan, belaiannya pada rambut lurusku dan ciumannya pada keningku lagi, Tuhan.
Ya Tuhan, aku seperti gila hanya karena merindukannya.
Aku menatap langit yang tiba-tiba saja mendung, sepertinya ia ikut sedih melihatku merindukan Derry.
Aku jadi ingat waktu itu Derry pernah menyanyikan lagu Bruno Mars-It Will Rain.
Cause there'll be no sunlight
If I lose you, baby
There'll be no clear skies
If I lose you, baby
Just like the clouds
My eyes will do the same if you walk
away
Everyday, it'll rain, rain, rain...
Aku bersenandung kecil dibawah rintik-rintik hujan yang mulai deras,
seperti lirik dalam lagu itu, My eyes will do the same if you.
Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung cepat-cepat membereskan buku-bukuku.
"Mau kemana sih, buru-buru amat?" tanya Anti.
"Ada urusan," jawabku singkat, lalu berjalan keluar kelas dengan langkah cepat, "duluan ya, Ti. Bay!" lambaiku pada Anti yang masih berada di dalam kelas.
Saat sudah sampai di depan sekolah, aku merogoh kantung baju seragamku untuk mengambil ponselku dan membuka aplikasi ojek online lalu memesannya. Tak berapa lama ojek itupun datang, dan aku langsung menyodorkan kertas yang ada alamat rumah Derry di dalamnya. Tukang ojek itu membacanya lalu mengangguk-angguk dan motor mulai melesat dengan lincahnya. Setelah sampai, aku langsung turun dan membayar ongkosnya. Tepat di depanku, berdiri sebuah rumah bercat hijau muda. Dengan pagar berwarna putih, aku berjalan menuju pagar itu. Kok sepi ya? Pikirku.
Aku mengetuk-ngetuk gembok yang bergantung pada pagar itu, sehingga menimbulkan suara yang nyaring sambil memberi salam, dan memanggil-manggil Derry tapi, tidak ada yang menyahut.
Lalu, seorang ibu-ibu menghampiriku.
"Cari siapa, dek?" tanya ibu itu ramah.
"Derry, bu. Lagi pada pergi ya? Kok
sepi banget?" aku malah balik bertanya.
"Oh, mereka sudah pindah ke Belanda setahun lalu," katanya.
"Oh, ya udah makasih ya. Bu," ujarku berterimakasih.
Ibu itu mengangguk lalu pergi, sementara aku memilih duduk di depan rumah ini. Pindah ke Belanda?
Memang sih neneknya Derry orang Belanda jadi wajar jika Derry pindah ke sana tapi, kenapa dia gak ngabarin aku ya?
Ya Tuhan, aku sangat merindukan Derry. Sangat, sangat dan sangat,
Tuhan!
Aku memandang lurus ke depan, seketika kenangan bersama Derry membawaku hanyut ke dalamnya, tak kurasa airmataku menetes setelah sebelumnya membentuk sebuah bendungan di kelopak mataku.
Ya, aku benar-benar merindukannya saat ini! Ingin bertemu dan memeluknya saat ini juga! Tapi, itu mustahil!
Aku ingin merasakan pelukan, belaiannya pada rambut lurusku dan ciumannya pada keningku lagi, Tuhan.
Ya Tuhan, aku seperti gila hanya karena merindukannya.
Aku menatap langit yang tiba-tiba saja mendung, sepertinya ia ikut sedih melihatku merindukan Derry.
Aku jadi ingat waktu itu Derry pernah menyanyikan lagu Bruno Mars-It Will Rain.
Cause there'll be no sunlight
If I lose you, baby
There'll be no clear skies
If I lose you, baby
Just like the clouds
My eyes will do the same if you walk
away
Everyday, it'll rain, rain, rain...
Aku bersenandung kecil dibawah rintik-rintik hujan yang mulai deras,
seperti lirik dalam lagu itu, My eyes will do the same if you.
Seperti halnya mendung, mataku kan sama dengannya.
#The End
Karya: Salma Damayanti
Sekian Cerpen Repost dari saya, semoga menjadi bacaan yang menarik.
Baca Cerpen-cerpennya di Kumpulan Cerpen
No comments:
Post a Comment