Ayah, Aku Disini | Kumpulan Cerpen

Hay sobat Esswe Zone.....
Siapa yang tau sesok ayah, ayah adalah sosok panutan disetiap anak-anaknya. Ayah adalah sesosok pemimpin dalam setiap keluarga. Ibarat seorang masinis, ke mana ia akan membawa arah gerbong keluarga, ia menjadi penentunya. Ayah tidak hanya memenuhi kebutuhan semata material anak dan istri, tetapi mengedukasi dan menghindarkan anak, istri, serta keluarga dari siksa api neraka pun menjadi tugas seorang Ayah.
Oiya Cerpen kali ini berjudul 
"Ayah, aku disini." 
Karya  : Aniez

Ayah Aku Disini
OK simak baik baik ya cerpennya......
***
"Yes! Yes! Gooool... Yuhuuu... Akhirnya Arsenal menang...!!"
Teriakan ku dan Ayah memecahkan keheningan malam ini. Begitu bahagianya kami karna club kebanggaan kami ARSENAL kali ini menang. Kami loncat-loncat kegirangan dan tanpa sengaja aku menyenggol vas bunga di meja. Dan alhasil vasnya pecah.
"Ya Tuhan... Semoga Ibu tidak mendengar," kataku dalam hati.
"Des, hati-hati kena semprot Ibumu nanti," kata Ayah lirih sambil tertawa kecil.
"Ih... Ayah, malah ngeledek," ucapku sambil mencubit lengannya.
Kemudian kami membersihkan pecahan-pecahan vas dengan hati-hati.
Tap Tap Tap
Terdengar langkah kaki dari dalam kamar Ibu dan pasti Ibu akan keluar lalu menyemprotku dengan ocehan-ocehannya sepanjang jalan kenangan.
"Mampus dah!" Gumamku lirih sambil menepuk jidat.
"Desy, Ayah, ini nih akibat nonton bola sampai malam. Udah teriak kayak singa ngamuk, loncat-loncat gak jelas dan akhirnya mecahin vas bunga Ibu," ucap Ibu sambil menjewer telingaku dan Ayah.
"Hehe... Maaf deh, bu. Janji deh gak mecahin vas lagi," ucap Ayah
"Ya jelas, wong vas ini tinggal satu-satunya kok. Yaudah sana dibersihin setelah itu cepet tidur," ucap ibu seraya meninggalkan kami dan kembali ke kamar.
"Kamu sih Des gak hati-hati."
"Hehe sory sory, Yah."
--
Mentari mulai muncul dari tempat persembunyiannya semalam. Kicauan burung menambah indahnya panorama pagi ini. Ku hirup oksigen di antara ribuan udara yang ada. Rasanya sungguh sempurna pagi ini.
"Ayah, tadi malem kan Arsenal menang, yuk kita rayain," rengekku pada Ayah.
"Rayain di mana ?" Tanya Ayah.
"Di tempat biasanya, Yah. Kedai kopi langganan. Hehe."
"Gimana yaaaa...."
"Ayo dong, Yah. Please... Demi Arsenal."
"Iya deh demi Arsenal bukan Desy. Haha."
"Nah gitu dong. Yaudah Desy mandi dulu ya trus siap-siap."
"Iya dandan yang cantik."
"Iya dong, buat Arsenal tapi bukan buat Ayah. Weks." Aku berlari menuju kamar mandi sambil menjulurkan lidah ke Ayah.
Seusai mandi aku bergegas ke kamar mandi dan memilih-milih koleksi kaos Arsenalku yang akan ku kenakan untuk merayakan kemenangannya nanti dengan Ayah. Pilihanku pun jatuh pada kaos pendek sesiku dengan warna putih. Untuk memadukan kaosku, aku mengenakan celana jeans warna hitam pemberian Ayahku saat aku ulang tahun ke 13. Kemudian aku mengambil tas kecil dan menemui Ayah yang tengah menungguku di ruang tengah.
"Ayah, yuk capcus," ucapku pada Ayah yang tengah asik membaca koran.
"Duh cantiknya anak Ayah ini. Lama-lama Ayah bisa naksir nih sama anak sendiri. Hehe."
"Ih Ayah apa an sih. Nanti aku bilangin Ibu lo."
"Hehe... Yaudah ayo berangkat."
Kemudian kami menuju bagasi dan mengambil motor beat warna pink. Ayah menancap gas motornya menuju kedai kopi favorit kami. Kami suka menghabiskan waktu di sana ketika sedang bosan atau lagi marahan sama Ibu. Biasa, Ibu suka ngoceh tiada henti kalau kami melakukan kesalahan sedikit pun.
Tak memerlukan waktu lama kami pun sampai di kedai kopi. Setelah itu kamu segera masuk dan memilih kursi di bagian paling depan. Kami memesan es kopi yang menjadi trend minuman masa kini. Maklum kami belum pernah mencobanya, jadi iseng-iseng nyobain.
"Gimana Yah rasanya ?" Tanyaku
"Dingin Des."
"Ah Ayah. Namanya juga es ya pasti dingin lah. Cape deh."
"Cape itu bukannya uang ya Des."
"Itu cepek Ayah. Huhh."
Kring kring kring.. Ponsel Ayah berbunyi.
"Sebentar ya Des. Ayah ada telfon, Ayah angkat dulu." Kemudian Ayah ke depan untuk mengangkat telfon. Setelah cukup lama, Ayah kembali lagi duduk bersamaku.
"Des, ayo pulang. Ayah ada urusan."
"Yah Ayah, gak asik nih."
Kemudian aku dan Ayah bergegas pulang.
--
Sesampainya di rumah, Ayah cepat-cepat ke kamar. Ku pikir Ayah kecapekan trus langsung tidur. Aku beristirahat sebentar di ruang tengah sambil memainkan ponselku. Tiba-tiba Ayah keluar dari kamar dengan membawa koper dan sudah berpakaian rapi.
"Ayah mau kemana?" Tanyaku
"Ayah mau ke luar kota, Des. Ada bisnis sama Om Andre," jawabnya
"Ayah, jangan tinggalin Desy," ucapku seraya memeluk Ayah.
"Ayah gak ninggalin kamu, Des. Ayah cuma 1 bulan di sana," ucap Ibu
"Apa? 1 bulan? Lama banget Ayah. Nanti siapa coba yang nemenin Desy nonton bola,"
rengekku seraya meneteskan air mata yang sedari tadi telah membendung.
"Ya gak usah nonton," ucap Ibu
"Ah, Ibu...," ucapku
"Tenang Des. Ayah cuma 1 bulan kok setelah itu pulang lagi. Ayah janji bakal cepet-cepet nyelesein bisnis biar cepet pulang dan kita bisa nonton bola bareng lagi," ucap Ayah meyakinkanku
"Janji ya, Yah."
"Iya. Nanti kalo Ayah pulang, tunggu Ayah di taman ya. Ayah pengen beliin kaos bola buat Desy di toko deket taman."
"Hiks... Iya Yah."
Di saat aku lagi melow-melownya nangisin Ayah yang mau pergi ke luar kota, tiba-tiba ada mobil berhenti di depan rumah. Ternyata itu Om andre. Dia menjemput Ayah dan kemudian berangkat ke luar kota.
"Daa... Ayah. Cepet pulang ya...."
Lambaian tanganku menghantarkan keberangkatana Ayah.
--
1 bulan kemudian
--
Rintik hujan mulai membasahi tubuhku yang sedari tadi berdiri ditengah taman. Mungkin orang-orang di sekitar yang sedang berteduh bertanya-tanya. Mengapa aku tetap diam mematung di situ. Padahal rintik hujan kini mulai menjadi hujan yang sesungguhnya. Aku tak menghiraukan mereka apalagi hujan. Aku akan tetap menunggu Ayahku. Kemarin dia berjanji padaku setelah pulang dari bisnis akan menumuiku di taman ini. Aku mengiyakannya karna aku benar-benar merindukan Ayah yang sedang ada bisnis di Luar Kota.
Meskipun hujan mengguyurku hingga aku lemas, aku tak akan beranjak. Aku akan tetap teguh pada pendirianku yaitu menunggu Ayah.
"Desyy...," teriak seseorang dari kejauhan.
Mataku tertuju pada arah suara tersebut. Aku hanya terdiam.
"Desy sudahlah. Ayahmu tak akan datang kemari. Ayo berteduh. Badanmu sudah sangat basah nanti kamu masuk angin, Nak," kata ibuku
"Tidak, Bu. Ibu salah. Ayah pasti menepati janjinya karna Ayah sangat menyayangiku," kataku mengelak
"Desy, jika kamu terus-terusan seperti ini , Ayah tidak akan tenang di sana. Dia akan ikut sedih," kata Ibu membujukku
"Sudahlah, Bu. Percuma saja Ibu membujukku. Aku tidak akan beranjak. Aku merindukan Ayah, Bu. Aku ingin bertemu dengannya." Tak terasa air mataku menetes menyusul hujan yang sedari tadi telah membasahi wajahku.
Ibu langsung memelukku erat. Erat sekali. Kami berdua beradu tangis di tengah derasnya hujan. Tiba-tiba cahaya redup. Gelap dan aku tak bisa melihat apa-apa. Badanku terkulai lemas.
"Ayah... Ayah... Desy di sini ,Yah." Aku memanggil Ayah yang sedang berjalan menuju gerbang yang terbuka. Ayah mengenakan pakaian serba putih. Aku bingung mengapa Ayah memakai pakaian itu. Jarang sekali Ayah memakai pakaian serba putih. Setauku Ayah menyukai warna merah. Hampir setiap hari Ayah memakai pakaian merah. Tapi berbeda dengan hari ini. Entahlah aku tak mau ambil pusing masalah itu.
"Ayah... Ayah... Berhenti. Desy di sini, Yah. Desy rindu Ayah." Aku kembali memanggil Ayah.
Tiba-tiba Ayah menengok ke belakang.
"Desy... Kemari, Nak. Peluk Ayah," kata Ayah
"Ayah... Ayah ke mana saja? Desy rindu Ayah. Jangan tinggalin Desy lagi. Desy sayang Ayah," kataku sambil memeluk erat Ayahku
"Ayah juga rindu Desy. Ayah juga sayang Desy. Tapi kali ini Tuhan berkehendak lain, Nak. Ayah tidak bisa bersama Desy lagi saat ini," kata Ayah
"Kenapa, Yah? Kenapa? Jelasin ke Desy!" Tanyaku
"Ayah harus pergi, Nak," jawab Ayah
"Kenapa, Yah? Apa karna Desy nakal sama Ayah sehingga Ayah mau ninggalin Desy? Desy janji Yah Desy gak akan nakal lagi asalkan Ayah gak jadi pergi ninggalin Desy," pintaku pada Ayah
"Tidak bisa, Nak. Ayah harus pergi sekarang. Kembalilah pada Ibumu. Dia masih sangat membutuhkanmu," kata Ayah menjelaskan
"Tapi, Yah. Aku mau ikut Ayah... Ayah tunggu Desy. Jangan pergi Yahhh... Ayaaaah...."
Tiba-tiba aku melihat banyak orang di sekelilingku. Mereka sedang membaca do'a. Dan aku juga bingung kenapa aku memakai kain kafan putih? Apakah aku sudah meninggal? Ah itu tidak mungkin.
"Aaaaa... Aaaaa... Aaaaa...," orang-orang yang tadi membaca do'a sekarang malah berteriak ketika melihatku bangun.
"Kalian kenapa? Kok teriak-teriak, sih?" Tanyaku kebingungan
"Han... Han... Hantuuuu...," mereka berteriak lebih keras lagi.
"Hantu? Apa maksud kalian?" Tanyaku lebih bingung lagi
"Desy... Subhanallah, Nak. Kami masih hidup," kata Ibu seraya memelukku
"Maksud Ibu...," tanyaku
"Tadi kamu tlah dinyatakan meninggal dunia oleh Dokter. Tapi ini sungguh keajaiban Tuhan tlah membuatmu kembali pada Ibu," jawab Ibu seraya menangis tersedu-sedu
"Oh... Begitu" jawabku singkat
"Tadi aku bertemu Ayah, Bu. Dia memelukku tetapi aku menangis karena Ayah meninggalkanku," lanjutku
"Sudahlah, Nak. Ikhlaskan Ayahmu agar dia tenang di sana," kata Ibu.
Aku sangat menyayangi Ayah. Ayah mengalami kecelakaan ketika hendak menuju taman untuk menemuiku dan dia meninggal di tempat. Kenyataan itu sangat membuatku terpukul. Bagaimana mungkin Ayah meninggalkanku secepat itu. Belum sampai aku memeluknya. Menatap wajahnya pun aku tak sempat dia telah meninggalkanku duluan. Padahal aku sangat merindukannya.
1 pesanku untuk Ayah "Ayah aku akan slalu menyayangimu. Aku akan membuatmu bangga dan tersenyum di atas sana karna keberhasilanku."
END


Semoga bermanfaat Cerpen saya kali ini.....
untuk dapat melihat kumpulan cerpen saya lainnya silahkan lihat pada kumpulan cerpen hanya di Esswe Zone 


Ayah, Aku Disini | Kumpulan Cerpen Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

No comments:

Post a Comment