Esswe Zone | Kumpulan Cerpen | Selamat Sore Sobat Esswe seperti postingan sebelumnya hari ini saya akan posting lagi cerpen yang ga akan kalah dari cerpen sebelumnya. Cerpen kali ini berjudul "At Your Side"
sebuah karya dari Meridian Dev
sebuah karya dari Meridian Dev
Ok langsung simak saja baik-baik ya novelnya.......
***
“Tadi Kahfi datang,” ucap ibu saat aku baru duduk di atas kasur. Seperti biasa, sore ini aku baru pulang dari Rumah Singgah Kanker. Di sana aku berusaha menghibur anak-anak yang sedang berjuang mati-matian melawan penyakitnya. Sama seperti diriku.
Aku kembali memandang ibu. Menunggu hal yang sepertinya masih ingin diucapkan.
“Kahfi menanyakan soal lamarannya,” lanjut ibu hati-hati.
Aku menghela napas. Sudah kuduga. Lelaki itu tak menyerah. Bahkan sejak satu bulan lamarannya belum mendapat jawaban, ia masih gencar bertanya. Tidak mau membatalkan.
“Nanti biar Syifa yang bicara sama Kahfi, Bu,” putusku sambil tersenyum menenangkan.
***
“Kau masih belum berubah pikiran?” tanyaku sambil menatap tepat manik hitamnya.
“Tentu. Dan aku tidak akan pernah berubah pikiran,” jawab Kahfi disertai senyum menawannya.
Aku mengalihkan pandangan, menatap anak-anak di rumah singgah ini yang sedang asyik bermain di taman. “Kau yakin?” Aku kembali bertanya. Takut kalau yang tadi diucapkan Kahfi hanyalah ilusi semata. “Dengan kondisiku yang seperti ini, apa kau yakin ingin memintaku menjadi pendamping hidupmu? Kau tau, aku pasti akan sering merepotkanmu.”
“Aku belum pernah seyakin ini,” jawabnya tegas.
Aku menatapnya sendu. “Aku penyakitan, Kahfi,” ucapku setengah merengek. Walau tahu Kahfi adalah lelaki yang baik, tapi aku masih ragu untuk menerima lamarannya. Menerima lamarannya, berarti membiarkan ia mengetahui seluruh kekuranganku.
“Kau bisa berobat, Syifa. Dan aku yakin kau pasti bisa sembuh,” tuturnya lembut.
“Tapi, itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama.” Aku berusaha menggoyahkannya. Lelaki semenawan Kahfi, pasti bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dariku. Setidaknya perempuan tersebut sehat wal’afiat, tidak seperti diriku. Dan di anatara semua perempuan yang mengelilinginya, kenapa lelaki ini masih mau memilihku?
“Tak apa. Aku janji akan selalu menemanimu.”
“Kenapa kau tidak melamarku saat aku sudah sembuh saja?” Kembali aku menatapnya.
Kahfi mendengus samar. “Lalu tetap menemanimu tanpa ada ikatan apa-apa di antara kita? Aku tidak mau.”
Aku menunduk. “Selama menemaniku, kau pasti akan kehilangan banyak waktu. Kau akan jarang berkumpul dengan teman-temanmu.”
“Mereka tidak lebih penting darimu.” Ada nada tegas yang kudengar dari suaranya.
“Pekerjaanmu pasti akan sering terbengkalai,” lanjutku.
“Tidak juga. Aku masih bisa tetap mengatur perusahaan di mana pun aku berada. Aku tidak harus tetap berada di kantor.”
“Waktu untuk dirimu sendiri pasti akan sedikit.”
“Tidak masalah. Asal bisa selalu bersamamu, apapun akan kulakukan.”
“Aku pasti tidak akan bisa melayanimu dengan maksimal.”
“Hanya dengan kau tetap berada di sampingku saja, itu sudah lebih dari cukup.”
“Aku.…”
“Berhentilah berusaha untuk menggoyahkanku, Syifa. Kau tahu, itu pasti akan sia-sia,” potong Kahfi cepat sebelum aku melanjutkan kalimatku.
“Kenapa sulit sekali bagimu untuk menerima lamaranku?” tanyanya frustasi ketika mendapati diriku hanya terdiam. “Aku janji tidak akan merepotkanmu,” ucapnya sungguh-sungguh.
Aku menggeleng kuat. Tidak, bukan dia yang akan merepotkanku, melainkan akulah yang pasti akan sering merepotkannya nanti.
“Kumohon, Syifa. Menikahlah denganku,” pintanya sambil menatap dalam mataku.
Aku tergugu. Hatiku tersentuh atas kesungguhan Kahfi. Aku mengerjapkan mata. Tidak percaya bahwa apa yang selama ini diimpikan, menjadi kenyataan. Padahal, aku sudah tidak pernah bermimpi mengenai hal ini sejak dua tahun belakangan. Ketika sadar bahwa obat-obatan dan dokter adalah salah satu penopang hidupku. Aku tidak memikirkan hal lain selain kesehatanku. Tapi, tiba-tiba lelaki ini datang, membawa secercah harapan yang sudah aku kubur dalam-dalam.
Aku tersenyum samar. “Baiklah. Tapi, tolong berjanji bahwa kau tidak akan pernh meninggalkanku.”
“Aku janji. Aku akan selalu menemanimu.”
Aku tersenyum lebar. Seketika hatiku menghangat. Aku percaya lelaki ini tidak akan pernah mengingkari janjinya.
*
***
Aku kembali memandang ibu. Menunggu hal yang sepertinya masih ingin diucapkan.
“Kahfi menanyakan soal lamarannya,” lanjut ibu hati-hati.
Aku menghela napas. Sudah kuduga. Lelaki itu tak menyerah. Bahkan sejak satu bulan lamarannya belum mendapat jawaban, ia masih gencar bertanya. Tidak mau membatalkan.
“Nanti biar Syifa yang bicara sama Kahfi, Bu,” putusku sambil tersenyum menenangkan.
***
“Kau masih belum berubah pikiran?” tanyaku sambil menatap tepat manik hitamnya.
“Tentu. Dan aku tidak akan pernah berubah pikiran,” jawab Kahfi disertai senyum menawannya.
Aku mengalihkan pandangan, menatap anak-anak di rumah singgah ini yang sedang asyik bermain di taman. “Kau yakin?” Aku kembali bertanya. Takut kalau yang tadi diucapkan Kahfi hanyalah ilusi semata. “Dengan kondisiku yang seperti ini, apa kau yakin ingin memintaku menjadi pendamping hidupmu? Kau tau, aku pasti akan sering merepotkanmu.”
“Aku belum pernah seyakin ini,” jawabnya tegas.
Aku menatapnya sendu. “Aku penyakitan, Kahfi,” ucapku setengah merengek. Walau tahu Kahfi adalah lelaki yang baik, tapi aku masih ragu untuk menerima lamarannya. Menerima lamarannya, berarti membiarkan ia mengetahui seluruh kekuranganku.
“Kau bisa berobat, Syifa. Dan aku yakin kau pasti bisa sembuh,” tuturnya lembut.
“Tapi, itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama.” Aku berusaha menggoyahkannya. Lelaki semenawan Kahfi, pasti bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dariku. Setidaknya perempuan tersebut sehat wal’afiat, tidak seperti diriku. Dan di anatara semua perempuan yang mengelilinginya, kenapa lelaki ini masih mau memilihku?
“Tak apa. Aku janji akan selalu menemanimu.”
“Kenapa kau tidak melamarku saat aku sudah sembuh saja?” Kembali aku menatapnya.
Kahfi mendengus samar. “Lalu tetap menemanimu tanpa ada ikatan apa-apa di antara kita? Aku tidak mau.”
Aku menunduk. “Selama menemaniku, kau pasti akan kehilangan banyak waktu. Kau akan jarang berkumpul dengan teman-temanmu.”
“Mereka tidak lebih penting darimu.” Ada nada tegas yang kudengar dari suaranya.
“Pekerjaanmu pasti akan sering terbengkalai,” lanjutku.
“Tidak juga. Aku masih bisa tetap mengatur perusahaan di mana pun aku berada. Aku tidak harus tetap berada di kantor.”
“Waktu untuk dirimu sendiri pasti akan sedikit.”
“Tidak masalah. Asal bisa selalu bersamamu, apapun akan kulakukan.”
“Aku pasti tidak akan bisa melayanimu dengan maksimal.”
“Hanya dengan kau tetap berada di sampingku saja, itu sudah lebih dari cukup.”
“Aku.…”
“Berhentilah berusaha untuk menggoyahkanku, Syifa. Kau tahu, itu pasti akan sia-sia,” potong Kahfi cepat sebelum aku melanjutkan kalimatku.
“Kenapa sulit sekali bagimu untuk menerima lamaranku?” tanyanya frustasi ketika mendapati diriku hanya terdiam. “Aku janji tidak akan merepotkanmu,” ucapnya sungguh-sungguh.
Aku menggeleng kuat. Tidak, bukan dia yang akan merepotkanku, melainkan akulah yang pasti akan sering merepotkannya nanti.
“Kumohon, Syifa. Menikahlah denganku,” pintanya sambil menatap dalam mataku.
Aku tergugu. Hatiku tersentuh atas kesungguhan Kahfi. Aku mengerjapkan mata. Tidak percaya bahwa apa yang selama ini diimpikan, menjadi kenyataan. Padahal, aku sudah tidak pernah bermimpi mengenai hal ini sejak dua tahun belakangan. Ketika sadar bahwa obat-obatan dan dokter adalah salah satu penopang hidupku. Aku tidak memikirkan hal lain selain kesehatanku. Tapi, tiba-tiba lelaki ini datang, membawa secercah harapan yang sudah aku kubur dalam-dalam.
Aku tersenyum samar. “Baiklah. Tapi, tolong berjanji bahwa kau tidak akan pernh meninggalkanku.”
“Aku janji. Aku akan selalu menemanimu.”
Aku tersenyum lebar. Seketika hatiku menghangat. Aku percaya lelaki ini tidak akan pernah mengingkari janjinya.
*
untuk dapat melihat kumpulan cerpen saya lainnya silahkan lihat pada kumpulan cerpen hanya di Esswe Zone
lihat juga artikel ane lainnya bayi lucu, cerita lucu, contoh cerpen, gambar bayi lucu, gambar romantis, history, kartun lucu, kumpulan cerpen, sms lucu, video lucu banget, zombie
No comments:
Post a Comment